Beberapa tahun terakhir, Bali kerap dilanda bencana lingkungan. Selain longsor, belakangan Bali juga menjadi daerah langganan banjir. Kapanpun waktunya, jika intensitas hujan meningkat maka terjadi banjir di beberapa tempat khususnya di wilayah Bali Selatan. Sementara pada saat musim kemarau, terjadi kekeringan di hampir seluruh wilayah di Bali. Bencana lingkungan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, pada akhirnya menimbulkan kerugian materi termasuk jatuhnya korban jiwa. Di periode tahun 2014 s/d tahun 2017, dari 25 korban bencana lingkungan di Bali, terdapat 23 korban yang meninggal dunia.
Jika ditelisik lebih dalam, bencana lingkungan yang terjadi saat ini tidak lagi disebabkan hanya karena peristiwa alam. Kondisi tanah yang labil, datangnya musim kemarau basah, diperparah dengan semakin berkurangnya ruang terbuka hijau dan wilayah resapan air, menjadi faktor yang mendorong Bali menjadi daerah rentan bencana. Dalam perkembangannya, bencana lingkungan telah menemukan korelasi yang erat dengan kondisi, model pengelolaan, dan upaya perlindungan terhadap lingkungan hidup. Laju pembangunan yang berjalan tidak terkontrol, aktivitas industri atau perusahaan yang melakukan eksploitasi sumber daya alam secara terus-menerus, telah menjadi penyebab menurunnya kualitas lingkungan hidup saat ini. Kondisi ini semakin diperparah dengan lemahnya kebijakan pemerintah dalam melakukan perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup. Dalam beberapa kasus, pemerintah justru mengakomodir tingkah laku serakah yang mengancam kelestarian lingkungan hidup.
Di Teluk Benoa, pemerintah Bali justru menggunakan kewenangannya untuk mengajukan perubahan status Teluk Benoa dari yang sebelumnya merupakan kawasan konservasi menjadi kawasan pemanfaatan umum yang dapat direklamasi. Padahal, Teluk Benoa secara nyata memiliki nilai konservasi yang berperan menjaga keseimbangan lingkungan hidup di wilayah Bali Selatan. Lestarinya Teluk Benoa akan meminimalisir potensi bencana lingkungan di wilayah Bali Selatan. Oleh karenanya, kebijakan yang mengakomodir perusakan kawasan Teluk Benoa melalui proyek reklamasi Teluk Benoa merupakan kebijakan yang berpotensi mengundang bencana lingkungan bagi Bali.
Di dalam kasus lainnya, industri pariwisata di Bali masih bebas melaju tanpa memperhatikan daya dukung dan tampung lingkungan hidup sehingga memperparah beban lingkungan hidup yang harus ditanggung oleh pulau Bali. Pembangunan akomodasi pariwisata yang berlebihan, dengan berbagai alih fungsi lahan yang berjalan masif semakin mempersempit ruang terbuka hijau, mengurangi wilayah tampungan dan resapan air di Bali. Pada akhirnya, kondisi ini menjadi faktor utama meningkatnya bencana banjir yang terjadi di Bali.
Bencana lingkungan sebagai akibat dari menurunnya kualitas lingkungan hidup sebenarnya merupakan bencana lingkungan yang dapat dicegah. Bencana lingkungan hari ini juga lahir karena adanya kerakusan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Di samping tetap melakukan perbaikan pola hidup yang selaras dengan kelestarian lingkungan hidup, sudah saatnya memberikan dorongan kepada pemerintah agar serius melakukan upaya melindungi dan melestarikan lingkungan hidup. Hal ini penting dilakukan melihat kecenderungan pemerintah belakangan ini yang mengabaikan, bahkan justru memfasilitasi upaya perusakan dan penurunan kualitas lingkungan hidup di Bali.
Untuk menambah bahan refleksi dalam merumuskan upaya pengelolaan dan pelestarian lingkungan hidup demi Bali yang adil dan berkelanjutan, selanjutnya akan dipaparkan rangkuman data hasil dari analisis pemberitaan Bencana lingkungan di Bali periode tahun 2014 s/d 2017, sebagai berikut:
1.1 Sebaran Bencana Ekologi Di Bali
Peristiwa bencana lingkungan yang terjadi di Bali Periode Tahun 2014 s/d 2017 menempatkan Kabupaten Badung dan Kabupaten Buleleng sebagai Kabupaten yang paling banyak mengalami bencana lingkungan. Dalam 3 (tiga) tahun belakangan ini, masing-masing kabupaten tersebut mengalami 15 (lima belas) kali bencana lingkungan. Kabupaten Badung mengalami 10 (sepuluh) kali bencana banjir, 2 (dua) kali longsor, dan 3 (tiga) kali ROB. Sedangkan Kabupaten Buleleng mengalami 5 (lima) kali bencana banjir, 1 (satu) kali banjir bandang, 4 (empat) kali longsor, 1 (satu) kali kekeringan, dan 4 (empat) kali bencana puting beliung.
Di Kabupaten Tabanan terjadi 11 (sebelas) kali bencana lingkungan, diantaranya mengalami 4 (empat) kali bencana banjir, 1 (satu) kali banjir bandang, 3 (tiga) kali kekeringan, 1 (satu) kali ROB, dan 2 (dua) kali bencana puting beliung. Di Kabupaten Bangli terjadi 9 (sembilan) kali bencana lingkungan, diantaranya mengalami 2 (kali) bencana banjir, 2 (dua) kali bencana longsor, 4 (empat) kali kekeringan, serta 1 (satu) kali bencana puting beliung. Di Kabupaten Karangasem yang berlokasi di ujung timur pulau Bali dengan karakter wilayahnya yang sebagian besar merupakan lahan kering mengalami 9 (sembilan) kali bencana lingkungan, diantaranya mengalami 4 (empat) kali kekeringan, 1 (satu) kali kebakaran hutan, 2 (dua) kali longsor, 1 (satu) kali banjir, dan 1 (satu) kali banjir bandang.
Kabupaten Jembrana sedikitnya telah mengalami 8 (delapan) kali bencana alam, diantaranya terjadi 2 (dua) kali kekeringan, dan 1 (satu) Puting Beliung. Selain itu, bencana lingkungan seperti banjir, longsor, ROB, dan gelombang pasang masing-masing terjadi 1 (satu) kali. Kota Denpasar sebagai ibukota Provinsi Bali mengalami 7 (tujuh) kali bencana lingkungan, berupa bencana Banjir. Kabupaten Gianyar mengalami 5 (lima) kali bencana lingkungan, diantaranya 1 (satu) kali banjir, 1 (satu) kali longsor, dan 3 (tiga) kali kekeringan. Terakhir, Kabupaten Klungkung dalam rentang waktu 3 (tiga) tahun terakhir hanya mengalami 4 (empat) kali bencana lingkungan, yaitu mengalami 2 (dua) kali kekeringan, 1 (satu) kali ROB, dan 1 (satu) kali bencana puting beliung. Dalam periode tahun 2014 s/d tahun 2017 Kabupaten Klungkung merupakan kabupaten yang paling sedikit mengalami bencana lingkungan dibandingkan 8 (delapan) Kabupaten/Kota yang ada di Bali.
Tabel 1.1 Persebaran Bencana Kabupaten/Kota di Bali Periode Tahun 2014 s/d 2017
No | Kabupaten/ Kota | Tahun | Jenis Kasus / Konflik | |||||||||||
Banjir | Banjir Bandang | Longsor | Kebakaran Hutan | Keke–ringan | ROB | Gelombang Pasang | Putting Beliung | Total | ||||||
1 | Denpasar | 2014 s/d 2017 | 7 | – | – | – | – | – | – | – | 7 | |||
2 | Badung | 2014 s/d 2017 | 10 | – | 2 | – | – | 3 | – | – | 15 | |||
3 | Gianyar | 2014 s/d 2017 | 1 | – | 1 | – | 3 | – | – | – | 5 | |||
4 | Tabanan | 2014 s/d 2017 | 4 | 1 | – | – | 3 | 1 | – | 2 | 11 | |||
5 | Jembrana | 2014 s/d 2017 | 1 | – | 1 | – | 2 | 1 | 1 | 2 | 8 | |||
6 | Buleleng | 2014 s/d 2017 | 5 | 1 | 4 | – | 1 | – | – | 4 | 15 | |||
7 | Bangli | 2014 s/d 2017 | 2 | – | 2 | – | 4 | – | – | 1 | 9 | |||
8 | Klungkung | 2014 s/d 2017 | – | – | – | – | 2 | 1 | – | 1 | 4 | |||
9 | Karangasem | 2014 s/d 2017 | 1 | 1 | 2 | 1 | 4 | – | – | – | 9 | |||
Jumlah | 31 | 3 | 12 | 1 | 19 | 6 | 1 | 10 | 83 | |||||
Sumber: Data dirangkum oleh WALHI Bali 2017
Gambar 1.1 Persebaran Bencana Lingkungan Kabupaten/Kota di Bali Periode Tahun 2014 s/d 2017
1.2 Intensitas Bencana Ekologi Di Bali
Dalam kurun waktu tiga tahun ini, terhitung dari tahun 2014 sampai dengan 2017 terjadi 83 (delapan puluh tiga) kasus/bencana alam yang tersebar di seluruh Kabupaten/Kota yang ada di Bali. Di tahun 2014 terjadi 4 (empat) kali bencana alam yang keseluruhannya merupakan bencana kekeringan.
Pada tahun berikutnya, terjadi peningkatan kasus bencana alam yang cukup tinggi di Bali, yaitu mencapai angka 14 (empat belas) kali bencana alam, diantaranya 5 (lima) kali banjir, 1 (satu) kali kebakaran hutan–lahan, dan 8 (delapan) kali kekeringan. Bencana alam yang terjadi di tahun 2015 tersebut tersebar di seluruh Kabupaten/Kota di Bali.
Tahun 2016 merupakan tahun yang paling sering terjadi bencana lingkungan di Provinsi Bali. Terjadi 45 (empat puluh lima) kali bencana lingkungan, diantaranya 21 (dua puluh satu) kali bencana banjir, 7 (tujuh) kali kekeringan, 5 (lima) kali ROB, 5 (lima) kali puting beliung, 4 (empat) kali longsor, 2 (dua) kali banjir bandang, dan 1 (satu) kali gelombang pasang.
Di setengah perjalanan Tahun 2017, ternyata Bali sudah mengalami 20 (dua puluh) kali bencana lingkungan, diantaranya 8 (Delapan) kali bencana longsor, 5 (lima) kali banjir, 5 (lima) kali terjadi puting beliung, 1 (satu) kali banjir bandang, dan 1 (satu) kali ROB. Peristiwa bencana lingkungan ini terjadi dalam rentan waktu 2 bulan pada Januari dan Februari 2017.
Tabel 1.2 Jumlah terjadinya Bencana di Provinsi Bali setiap tahunnya
No | Waktu | Jenis Kasus / Konflik | ||||||||||
Banjir | Banjir Bandang | Longsor | Kebakaran Hutan | Keke–ringan | Rob | Gelombang Pasang | Putting Beliung | Jmlh | ||||
1 | Tahun 2014 | 4 | 4 | |||||||||
2 | Tahun 2015 | 5 | 1 | 8 | 14 | |||||||
3 | Tahun 2016 | 21 | 2 | 4 | 7 | 5 | 1 | 5 | 45 | |||
4 | Tahun 2017 | 5 | 1 | 8 | 1 | 5 | 20 | |||||
Jumlah | 31 | 3 | 12 | 1 | 19 | 6 | 1 | 10 | 83 | |||
Sumber: Data dirangkum oleh WALHI Bali 2017
Gambar 1.2 Jumlah terjadinya Bencana di Provinsi Bali setiap tahunnya
1.3 Korban Bencana Lingkungan
Selain menimbulkan kerugian materi, 83 (delapan puluh tiga) bencana lingkungan yang terjadi di Bali dalam periode tahun 2014 s/d tahun 2017 juga menimbulkan 25 korban. Dalam rentang waktu tiga tahun terakhir, bencana longsor merupakan bencana lingkungan yang paling banyak menimbulkan korban jiwa. Dari total 21 korban longsor, 1 (satu) orang mengalami luka, dan 20 (dua puluh) orang meninggal dunia. Sementara, pada bencana banjir yang terjadi mengakibatkan 2 (dua) korban meninggal dunia. Bencana banjir rob menimbulkan 4 (empat) orang meninggal dunia, dan Bencana puting beliung menimbulkan 2 (dua) orang korban luka.
Tabel 1.3 Jumlah Korban yang ditimbulkan dari Bencana lingkungan Periode Tahun 2014 s/d 2017
No | Waktu | Jenis Kasus / Konflik | Jumlah Korban | |||
Tahun | Meninggal Dunia | Luka | Hilang | Total | ||
1 | 2014 s/d 2017 | Banjir | 2 | 2 | ||
2 | 2014 s/d 2017 | Banjir Bandang | ||||
3 | 2014 s/d 2017 | Longsor | 20 | 1 | 21 | |
4 | 2014 s/d 2017 | Kebakaran Hutan -Lahan | ||||
5 | 2014 s/d 2017 | Kekeringan | ||||
6 | 2014 s/d 2017 | ROB | ||||
7 | 2014 s/d 2017 | Gelombang Pasang | ||||
8 | 2014 s/d 2017 | Putting Beliung | 2 | 2 | ||
Total | 22 | 3 | 25 |
Sumber: Data dirangkum oleh WALHI Bali 2017
Gambar 1.3 Jumlah Korban Bencana Periode Tahun 2014 s/d 2017
1.4 Jumlah Korban Bencana Lingkungan Tahunan
Bencana lingkungan yang terjadi di Bali periode tahun 2014 s/d tahun 2017 telah menimbulkan total 25 (dua puluh lima) korban. Pada tahun 2014 dengan 4 (empat) kali bencana kekeringan yang terjadi, tidak menimbulkan korban jiwa baik yang luka-luka, meninggal, maupun yang hilang. Sedangkan di tahun 2015 dengan 14 (empat belas) bencana lingkungan yang terjadi, terdapat 2 (dua) korban meninggal dunia.
Di tahun berikutnya, 45 (empat puluh lima) bencana lingkungan yang terjadi pada tahun 2016, menimbulkan 10 (sepuluh) korban, diantaranya 3 (tiga) korban luka-luka, dan 7 (tujuh) korban meninggal dunia. Selanjutnya, di tahun 2017, dengan 20 bencana lingkungan yang sudah terjadi hingga pertengahan tahun, telah menimbulkan 17 (tujuh belas) korban meninggal dunia. Jika mengamati, bencana lingkungan yang terjadi di Bali periode tahun 2014 s/d tahun 2017, terjadi peningkatan jumlah korban di setiap tahunnya. Peningkatan ini terjadi cukup signifikan dari tahun ke tahun.
Tabel 1.4 Jumlah Korban yang ditimbulkan dari Bencana lingkungan setiap tahunnya
No | Waktu | Jumlah Korban | |||
Tahun | Meninggal Dunia | Luka | Hilang | jumlah | |
1 | Tahun 2014 | – | |||
2 | Tahun 2015 | 2 | 2 | ||
3 | Tahun 2016 | 3 | 3 | 6 | |
4 | Tahun 2017 | 17 | 17 | ||
Total | 22 | 3 | 25 |
Sumber: Data dirangkum oleh WALHI Bali 2017
Gambar 1.4 Jumlah Korban yang ditimbulkan dari bencana lingkungan setiap tahun
*dipublikasi pada saat peringatan hari lingkungan 5 Juni 2017 oleh WALHI Bali