Rabu 17 Januari 2024 WALHI Bali kembali diundang dalam pembahasan Formulir Kerangka Acuan Analisis dampak Lingkungan (KA-ANDAL) Pembangunan Hotel Magnum Residence Sanur, di Gedung Sad Kerthi kantor Dinas Kehutanan Lingkungan Hidup Provinsi Bali. Sebelum diadakannya konsultasi publik, undangan terlebih dahulu melakukan kunjungan lapangan untuk mengecek lokasi tempat didirikan hotel tersebut yang kemudian dilanjutkan dengan diskusi Formulir KA-ANDAL.
Dalam diskusi formulir KA ANDAL WALHI Bali yang diwakili oleh Made Krisna Dinata S.Pd menyampaikan tanggapan yang berisikan desakan kepada DKLH Bali untuk menghentikan aktivitas kontruksi yang dilakukan pihak Hotel Magnum Residence Sanur. Hal tersebut diungkapkannya karena aktivitas kontruksi pembangunan Hotel Magnum Residence Sanur telah berjalan tanpa AMDAL yang dinyatakan layak dan mendapat persetujuan lingkungan. Hal ini diduga adalah bentuk ketidaktaatan terhadap hukum sebab AMDAL merupakan instrument penting yang wajib dimiliki oleh setiap proyek pembangunan agar mampu menjadi alat bukti tentang apakah pemilik serta pengurus kegiatan telah melakukan upaya pencegahan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup secara baik dan sungguh-sungguh, serta dapat dijadikan tolak ukur untuk mengetahui bahwa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup terjadi karena faktor kelalaian atau kesengajaan.
Menurut penelusuran yang dilakukan WALHI Bali ditemukan fakta bahwa Pembangunan Hotel Magnum Residence telah melakukan aktivitasnya sejak bulan Mei 2023. Hal tersebut terungkap dalam postingan pada akun media sosial Hotel Magnum Residence serta telaah melalui citra satelit yang dilakukan oleh WALHI Bali yang menunjukan bahwa aktivitas kontruksi berupa pembangunan Gedung sudah berjalan. Hal tersebut dilakukan tanpa terlebih dulu melaksanakan kewajiban untuk menyusun AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). “Kami mendesak Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali untuk menghentikan segala aktivitas proyek Pembangunan Hotel Magnum Residence Sanur” pungkas Krisna Bokis.
Lebih lanjut WALHI Bali juga menyoroti pembangunan Hotel Magnum Residence Sanur yang terindikasi melanggar ketentuan peraturan terkait sempadan Pantai. Dalam temuan Walhi Bali yang ada pada dokumen KA-ANDAL, pembangunan Hotel Magnum Residence Sanur mengalami overlap seluas 3.692 m2 atau setara dengan 37 are dengan Sempadan Pantai, apabila mengacu kepada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2016 Tentang Batas Sempadan Pantai. Hal ini tentunya harus menjadi perhatian serius karena pembangunan ini terindikasi melakukan pelanggaran terhadap peraturan sempadan Pantai. Hal tersebut juga sejalan dengan Peraturan Derah Kota Denpasar Nomor 8 Tahun 2021 tentang tata ruang kota Denpasar yang mana pada tapak proyek telah diatur sebagai kawasan perlindungan setempat sempadan Pantai. Mengacu peraturan daerah kota denpasar Tidak Ada sama sekali disebutkan ketentuan yang mengatur tentang diperbolehkanya kegiatan penunjang akomodasi pariwisata berupa penginapan, apa lagi ketentuan izin hotel berbintang pada kawasan perlindungan setempat sepadan pantai. “Sehingga atas temuan yang kami uraikan tentunya harus menjadi pertimbangan yang serius bagi DKLH Bali untuk menghentikan pembangunan proyek yang tidak taat terhadap peraturan” tegasnya.
Lebih lanjut pihaknya juga menyayangkan jika untuk kesekian kalinya mendapati pembangunan proyek yang sudah berjalan tanpa memiliki AMDAL atau dokumen lingkungan lainnya, sebab sebelumnya hal yang sama juga terjadi pada Rencana Pembangunan Hotel Holliday Inn Resort Bali Canggu yangmana bahkan pihak hotel sudah beroperasi dan menjual jasa berupa kamar hotel serta fasilitas pendukungnya namun tidak memiliki AMDAL.
Pihaknya menduga Hal tersebut adalah upaya kesengajaan dari Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan, dan hal tersebut juga memiliki akibat hukum bahkan pidana ketika kegiatan tersebut mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan hidup dan kerusakan lingkungan hidup yang berimplikasi pada hilangnya nyawa manusia sesuai peraturan yang berlaku. Untuk ini pihaknya Meminta agar proyek ini dilakukan dengan menaati peraturan perundang-undangan. “Jika kegiatan pada proyek ini tetap dipaksakan dan proyek dilanjutkan tanpa adanya persetujuan lingkungan dan menimbulkan korban/kerusakan terhadap kesehatan, keselamatan, dan/atau Lingkungan Hidup, maka atas kejadian tersebut, kami selaku organisasi pemerhati lingkungan akan melakukan langkah-langkah penegakan terhadap hukum lingkungan” imbuhnya.
Surat tanggapan selanjutnya diserahkan kepada pimpinan rapat dan diterima oleh perwakilan kepala dinas DKLH Bali Ida Ayu Dewi Putri Ary.