Setelah 11 hari kerja, akhirnya Koster membalas surat permohonan informasi publik terkait surat Gubernur Bali ke Presiden RI yang meminta review Perpres no 51 th 2014. Namun sayangnya balasan tersebut tidak sesuai harapan WALHI Bali karena Koster menolak memberikan surat tersebut dengan berbagai alasan. Atas keadaan tersebut, WALHI Bali, yg diwakili I Made Juli Untung Pratama selaku Direktur WALHI Bali dan I Wayan Adi Sumiarta, SH. M.Kn selaku tim hukum WALHI Bali menggelar konfrensi pers guna menanggapi jawaban Gubernur Bali I Wayan Koster, pada Rabu 16 Januari 2019 di Kantor WALHI Bali .
Menanggapi surat jawaban dari Gubernur Bali tersebut pada konferensi pers hari ini, Direktur WALHI Bali I Made Juli Untung Pratama sangat menyangyangkan sikap dari Gubernur Bali Wayan Koster yang menolak memberikan salinan surat tersebut kepada WALHI Bali. Berdasarkan berita di media terkait surat yang dikirimkan Gubernur Bali kepada Presiden Joko Widodo, isi dari surat tersebut menyatakan bahwa pada intinya Gubernur Bali Wayan Koster memohon kepada Presiden Joko Widodo untuk merevisi Perpres 51/2014 Khususnya yang berkaitan dengan Teluk Benoa agar ditetapkan sebagai kawasan konservasi.
Untung pratama berpendapat bahwa Sikap Gubernur Bali yang tidak mau memberikan salinan surat tersebut adalah tindakan yang merugikan Gubernur Bali sendiri. Ia menilai bahwa tindakan tersebut adalah tindakan yang kontradiktif atas apa yang telah diucapkannya dengan apa yang telah dilakukannya, dimana disatu sisi Gubernur Bali meminta rakyat Bali percaya pada Gubernur Bali karena ia menegaskan dirinya menolak reklamasi dan berkirim surat ke Presiden. Namun disatu sisi, Koster enggan untuk membuka isi suratnya ke Publik. Untung Pratama menegaskan Gubernur Bali wajib membuka isi surat terkait kasus reklamasi Teluk Benoa yang dikirimkan kepada Presiden Joko Widodo. “Maka semestinya sudah seharusnya Gubernur Bali membuka salinan atau isi surat yang ia kirimkan ke Presiden Joko Widodo, bukan malah menutupnya rapat-rapat dan seakan-akan sangat rahasia” Tegasnya.
Lebih lanjut Untung Pratama menjelaskan, dalam surat jawaban Gubernur Bali tersebut, ada beberapa point yang menjadi alasan Gubernur Bali tidak mau membuka isi surat tersebut. Salah satunya ialah situasi yang saat ini menjelang pelaksanaan pemilihan Presiden dan pemilihan Legislatif secara serentak di seluruh Indonesia. Disamping itu turunan dari point tersebut mengatakan bahwa informasi yang diminta WALHI Bali terkait dengan isi surat Gubernur kepada Presiden Jokowi menurut Gubernur Bali akan berpengaruh terhadap proses negosiasi lebih lanjut.
Untung Pratama Berpandangan bahwa Jawaban Gubernur Bali tersebut semata-mata hanya untuk kepentingan hajatan 5 tahunan semata dan tidak diprioritaskan untuk membatalkan Perpres 51 tahun 2014. Surat yang dikirimkan Gubernur Bali kepada Presiden Joko Widodo menimbulkan prasangka dan dapat diduga sebagai alat negosiasi untuk meredam kekritisan rakyat terhadap kasus reklamasi Teluk Benoa. “tentu saja surat yang dikirimkan Gubernur Bali kepada Presiden Joko Widodo terkait kasus reklamasi Teluk Benoa, khusunya perimntaan revisi Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014, menimbulkan prasangka dan dapat diduga sebagai alat negosiasi kepentingan Pemilihan Presiden. Atau, semata-mata untuk meredam kekritisan rakyat terhadap kasus reklamasi Teluk Benoa dan menjaga kepentingan kelompok tertentu”, ujarnya.
Tim Hukum WALHI Bali I Wayan Adi Sumiarta, SH. Mkn, menganggap bahwa alasan hukum yang dijadikan dasar untuk menolak surat permohonan WALHI Bali adalah alasan yang mengada-ada. “Sikap Gubernur Bali yang menolak memberikan salinan surat yang diminta WALHI Bali dengan menggunakan dalil-dalail hukum adalah alasan yang mengada-ada dan saya melihat ada upaya untuk menghambat WALHI Bali serta publik untuk mengetahui isi surat yang dikirimkanya kepada Presiden Joko Widodo terkait kasus reklamasi Teluk Benoa”. Tegasnya.
Lebih jauh, Adi Sumiarta menegaskan WALHI Bali segera mengajukan keberatan atas jawaban surat dari Gubernur Bali terkait permintaan salinan surat tersebut. “Atas surat jawaban dari Gubernur Bali tersebut, sesuai dengan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, WALHI Bali memiliki waktu 30 (tiga puluh) hari kerja untuk mengajukan keberatan secara tertulis. Dalam beberapa hari ini WALHI Bali, segera akan mengirimkan surat keberatan kepada Gubernur Bali, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik”