Minggu 5 Mei 2019 Solid (Solidaritas Legian Peduli) mengadakan acara diskusi sebagai bentuk dari serangkaian acara Ulang Tahun Solid (Solidaritas Legian Peduli) yang Ke 3. Melalui Yowana Manggala Desa Adat Legian yang membawahi 3 Sekaa Teruna –Teruni yang ada di Desa Adat Legian diskusi Dilakukan di Balai Banjar ST. Wija Adnya Br. Pekandelan Legian Tengah. Dalam diskusi tersebut Solid Mengangkat Tema “Masa Depan Pesisir Legian dalam Rencana Zonasi Wilayah Perairan dan Pulau-Pulau Kecil ” yang melibatkan WALHI Bali dan ForBALI.
Dalam diskusi tersebut Suriadi Darmoko Dewan daerah WALHI Bali memberikan pemaparan terkait rencana pertambangan pasir yang akan di lakukan di seputar wilayah pantai Legian hingga canggu. Moko juga menjelaskan bagaimana proses tambang pasir telah ada dalam draft RZWP3K dan sudah memiliki ijin eksplorasi. RZWP3K rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada Kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dari 0 sampai 12 mil.
Moko juga memberikan contoh bagaimana tambang pasir laut amat memberikan dampak negatif terhadap wilayah pesisir. Seperti yang telah dilakukan di Banten dan tambang pasir laut di Makasar yang menimbulkan dampak negatif pada 14 desa sekitar di tempat dilakukannya tambang pasir di Makasar. Moko juga menjelaskan bahwasannya sepanjang pantai di selatan Bali mengalami abrasi akibat reklamasi bandara dan bahkan ada pura yang bernama Pura Cedok Waru yang sampai mengalami tiga kali pemindahan akibat terkena abrasi yang disebabkan oleh reklamasi bandara Ngurah Rai pada tahun 1960an.
Di dalam diskusi ini juga Hadir Wayan Gendo Suardana yang merupakan Dewan Nasional WALHI sekaligus koordinator ForBALI. Dirinya mempertanyakan mengapa elemen Desa Adat tidak pernah diajak berdiskusi dalam hal penyusunan draft RZWP3K oleh dinas terkait terlebih kegiatan atau proyek tersebut akan terdamapak pada suatu wilayah yang dalam hal ini adalah kegiatan tambang pasir yang akan dilakukan di sepanjang wilayah pantai Desa adat Legian sampai Canggu. “ Ini Prosesnya sudah tidak Benar, mestinya Desa Adat Itu dilibatkan dalam penyusunan draft RZWP3K ini” tegasnya. Minimal mesti dilibatkan dan idealnya pemerintah mesti melakukan diskusi dan konsultasi khusus dengan cara turun langsung seperti apa yang di lakukan saat ini.
Gendo juga menjelaskan saat ini kita sedang tidak anti terhadap pembangunan. Melainkan kita mencoba untuk mengkritisi sebagai penyeimbang, apakah proyek-proyek yang direncanakan itu memang sesuai dengan kebutuhan atau hanya pemaksaan untuk menjalankan keinginan investasi. Lebih lanjut dalam penyusunan draft tersebut WALHI sudah mampu menetapkan wilayah Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi maritim serta dalam konteks tambang pasir yang akan dilakukan di kawasan Pantai Legian hingga Canggu setelah WALHI Balimelakukan Protes, rencana tambang pasir yang tadinya akan dilakukan seluas 1900 Hektar itu berkurang 1000 Hektar dan akhirnya yang masuk hanya 900 Hektar. Gendo mengajak bahwa “ kita semua mesti terus berjuang agar rencana tambang pasir ini menjadi berkurang dari 900 hektar menjadi NOL hektar alias tambang pasir tidak jadi dilakukan” tungkasnya.
Pekikan kesiapsediaan untuk melawan rencana tambang pasir ini mendapat respon yang semangat dari STT yang hadir pada saat diskusi berlangsung, terlebih Penglingsir dari Solid Legian Anak Agung Bajra turut hadir dan memberikan support agar generasi muda mesti bergerak untuk memperjuangkan kelangsungan lingkungan yang lebih baik.
Diskusi juga dihadiri oleh Sekretaris Desa Adat Legian I Wayan Sunadi, SE. Beliau mengapresiasi atas usaha WALHI Bali beserta ForBALI dalam memberikan pemahaman terkait pentingnya mengkritisi penyusunan draft RZWP3K dan beliau juga mengintruksikan kepada STT. Wija Adnya khususnya agar segera mengirimkan surat kepada dinas terkait guna merespon kegiatan tambang pasir ini.