Pernyataan Sikap
“Hutan Kita Bukan Toilet Karbon Negara Maju”
Salam Adil dan Lestari!!!
Perubahan Iklim saat ini menjadi pembicaraan yang serius karena merupakan ancaman bagi kehidupan di bumi. Perubahan iklim terjadi akibat naiknya suhu bumi yang merupakan hasil dari aktivitas manusia dan menjadi bukti gagalnya model pembangunan global yang bersandar pada eksploitasi dan ektraksi sumber daya alam secara berlebihan.Kenaikan suhu bumi 0,6º C saat ini menyebabkan banyak pihak mencari cara untuk membuat keadaan tidak menjadi lebih buruk lagi (mitigasi). Akibat konsentrasi karbon yang bertambah secara signifikan di permukaan udara (atmosfir) pasca Revolusi Industri, kenaikan suhu bumi ini tidak dapat dihindari sehingga kenaikannya harus dibatasi dibawah 2º C. Jika tidak mengambil langkah nyata ( business as usual) maka diperkirakan suhu bumi akan naik 5º C yang berakibat pada kekacauan iklim di semua belahan bumi.
Walaupun telah ada Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) maupun Protokol Kyoto, ternyata konsentrasi gas rumah kaca tidaklah berkurang secara signifikan. Malah banyak pakar yang menyatakan, bahwa Protokol Kyoto tidak berjalan efektif akibat Amerika Serikat dan Australia sebagai negara yang memiliki kontribusi besar dalam pelepasan karbon, tidak mau tunduk pada komitmen protokol. Kemudian negara berkembang yang harus menjadi korban pertama atas prilaku negara-negara maju tersebut, karena negara-negara berkembang tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk menyesuaikan diri (adaptasi).
Pertemuan Para Pihak Konvensi Perubahan Iklim yang akan diadakan di Indonesia desember nanti membuat pemerintah Indonesia melihat peluang besar untuk menggalang dana-dana dari negara maju. Baik dana adaptasi maupun mitigasi dalam bentuk mendorong mekanisme Carbon Sink masuk kedalam CDM (Clean Development Machanism). Mekanisme Penyerapan Karbon (Carbon sink) adalah mekanisme penyerapan atau perosot karbon dengan menggunakan pohon, tanah, dan laut untuk menyerap karbon yang ada di atmosfir. Saat ini pemerintah Indonesia berencana ’mengontrakkan’ hutan tropis Indonesia untuk dijadikan hutan penyerap karbon dari emisi yang dikeluarkan negara maju. Hutan dengan luas 91 juta hektar ini ditawarkan dengan harga 5 – 20 dollar Amerika per hektar, mekanisme ini bukanlah jawaban atas akar permasalahan perubahan iklim. Negara maju yang mengeluarkan uangnya untuk mekanisme penyerapan karbon di negara berkembang akan mendapatkan ’surat ijin’ untuk tetap berhak mencemari atmosfir tanpa harus menurunkan emisi mereka (membayar untuk mencemari).
Untuk itu, kami Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Eksekutif Daerah Bali menyatakan bahwa:
- Menolak mekanisme Carbon Sink masuk kedalam CDM. Karena bukan merupakan jawaban atas akar masalah perubahan iklim melainkan sebagai alat penebus dosa negara maju yang telah mencemari bumi kita sejak Revolusi Industri dan tidak mau menurunkan emisi mereka; Mekanisme ini justru akan mengambil alih hak-hak masyarakat adat atas hutan, lahan dan sumber daya alam mereka atas nama penyelamatan hutan tropis. Dan hutan Indonesia belumlah bersih dari berbagai masalah, seperti konflik penguasaan antara masyarakat adat dengan negara maupun dengan swasta, jadi mekanisme ini justru akan menambah kompleks permasalahan yang akhirnya akan meminggirkan dan memiskinkan masyarakat adat.
- Menuntut pertanggung jawaban negara maju (Annex 1) untuk memberikan kompensasi bagi negara-negara berkembang sebagai bentuk hutang sejarah dan hutang ekologis. Karena telah mengeksploitasi sumber daya alam di negara berkembang untuk kepentingan konsumsi negara maju sehingga menyebabkan negara berkembang mengalami kerentanan ekologis. Selain itu, negara maju memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam menurunkan emisi gas rumah kaca, karena 85 % emisi total dunia berasal dari negara-negara maju.
- Menyerukan kepada Pemerintah Indonesia sebagai tuan rumah Pertemuan Para Pihak Konvensi Perubahan Iklim (COP 13 UNFCCC) mengambil posisi strategis untuk menjadi pemimpin bagi negara-negara berkembang dalam mengangkat posisi tawar dan menegosiasikan hak-haknya kepada negara maju; bukan justru menjadi calo ’real estate’ hutan Indonesia.
Demikian pernyataan sikap ini kami buat, dalam rangka menuntut keadilan atas atmosfer kita yang saat ini di dominasi oleh segelintir kelompok istimewa.
Denpasar, 23 Oktober 2007
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)
Eksekutif Daerah Bali