Beberapa hari lalu, beredar broadcast message di BBM yang mengklaim dari PT. TRB (Tirta Rahmat Bahari) atas permasalahan ijin pengusahaan hutan mangrove di kawasan taman hutan raya (TAHURA) Ngurah Rai. Berikut broadcast message yang tersebar ;
PT. TRB menjawab tentang tudingan masyarakat yang tidak mengetahui tentang keadaan hutan mangrove sekarang yang di dominasi dengan sampah dan kurangnya perhatian pemerintah terhadap pelestariannya. PT. TRB berniat untuk menjaga kebersihan dan melestarikannya sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa adanya penebangan pohon serta meperbaiki fasilitas pendukung yang sudah ada untuk kenyamanan berkunjung. selama ini kasus beredar hanya demi kepentingan politik yang berdampak terhadap pembohongan publik. pemilik PT. TRB orang Bali yang tidak mungkin untuk merusak Bali. tolong bantu broadcast agar masyarakat yang tidak mengetahui masalah ini dapat berfikir bijak tentang tujuan PT. TRB yang ingin melestarikan karena kalau dibbiarkan akan merusak hutan mangrove dan dijarah oleh oknum yang tidak bertanggungjawab yang sudah terjadi. PT. TRB menjaga semua itu dan masyarakat ikut mengawasi.
Atas hal tersebut, Komite Kerja Advokasi Lingkungan Hidup (KEKAL) Bali yang terdiri dari : WALHI Bali, FRONTIER Bali, Bali Outbond Community, Kertha Aksara FH Unud, dan kelompok serta individu pro lingkungan memberikan tanggapan secara terbuka, sebagai berikut:
FAKTA-FAKTA:
A. Bagaimanakah Ijin Pengusahaan Kawasan hutan mangrove TAHURA Ngurah Rai ?
PT TRB (Tirta Rahmat Bahari) mendapatkan izin pengusahaan pariwisata alam di kawasan TAHURA Ngurah Rai berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 1.051/03-L/HK/2012 pada tanggal 27 juni 2012. Berdasarkan keputusan tersebut, jangka waktu yang diberikan kepada PT. TRB untuk ijin tersebut selama 55 tahun disertai hak prioritas selama 20 tahun atau dapat dikatakan kawasan mangrove akan diusahakan oleh PT. TRB selama 75 tahun dengan luas 102,22 hektar.
B. Apa saja yang akan dibangun di kawasan tersebut oleh PT. TRB?
Berdasarkan masterplan, kawasan yang diusahakan oleh PT TRB seluas 102,22, akan di bangun : 75 unit penginapan, 5 unit kios, 8 rumah makan/restaurant, 10 roll dock, 2 spa, 4 out bound, 2 kantor pengelolaan, 1 permainan air, 1 restaurant, 1 pool, 1 gedung serba guna, 1 arena kegiatan publik, 1 camp area, gazebo, toilet, tempat meditasi, rencana jalan.
Selanjutnya mari kita urai satu persatu argumentasi PT. TRB dalam broadcast messagenya:
1. PT.TRB prihatin atas kondisi hutan mangrove dan berniat untuk menjaga kelestariannya:
Kalau memang benar PT. TRB prihatin melihat kondisi hutan mangrove saat ini yang banyak sampah dan pemerintah kurang perhatian, mengapa PT. TRB tidak melakukan Coorporate Social Responbility (CSR)? Mengapa harus harus membangun akomodasi wisata didalam kawasan hutan mangrove? Bila memang prihatin dan pro lingkungan, semestinya PT. TRB menyisihkan dana perusahaannya guna pelestarian hutan mangrove tersebut seperti yang pernah dilakukan oleh pihak JICA Jepang yang memulihkan kawasan mangrove tersebut. Dan bukan dengan cara-cara seperti sekarang yang hendak membangun akomodasi wisata di kawasan tersebut.
Justru kami bertanya, bila ingin melestarikan, mengapa harus dengan cara membangun akomodasi di kawasan mangrove? Padahal kegiatan akomodasi wisata terlebih dengan adanya 75 penginapan akan berdampak besar terhadap kelangsungan ekosistem mangrove?
2. PT. TRB menyatakan dalam pembangunannya tidak akan menebang pohon bakau:
Pernyataan ini kami sangsikan. Bagaimana mungkin dengan banyaknya fasilitas akomodasi wisata yang akan dibangun tidak akan ada penebangan pohon bakau? Mengingat dalam ijin yang diberikan oleh Gubernur Bali, masih terdapat celah hukum bagi PT. TRB untuk melakukan penebangan pohon bakau sepanjang mendapat izin dari Dinas Kehutanan Provinsi Bali.”
Artinya terbuka celah lebar bagi PT. TRB melakukan penebangan pohon bakau dalam pengoperasian usahanya selama 55 tahun tersebut. Siapa yang mampu menjamin tidak aka nada penebangan pohon bakau selama kurun waktu tersebut?
3. PT. TRB menuduh bahwa protes terhadap ijin tersebut adalah demi kepentingan politik dan berdampak kepada pembohongan public :
DEMI KEPENTINGAN POLITIK ?
Gerakan kami adalah gerakan kepedulian terhadap lingkungan hidup di Bali. Kami konsisten melawan kebijakan pemerintah yang tidak pro lingkungan. Gerakan kami tidak ada hubungan dengan soal-soal politik kekuasaan atau pragmatisme politik. Justru pernyataan PT. TRB yang lucu, tuduhan itu hendak menggeser permasalahan yang sebenarnya menjadi seolah-olah soal kepentingan politik.
Kalaupun protes terhadap ijin tersebut baru kami lakukan protes sekarang bukan karena kepentingan politik, tetapi karena proses ijin tersebut tidak transparan dan tidak terbuka. Izin dikeluarkan pada 27 juni 2012 dan baru kami ketahui pada bulan Oktober 2012. Sehingga persoalan ini mencuat justru sejak ijin tersebut diketahui secara terbuka oleh public.
Silakan cek rekam jejak kami dalam memperjuangkan Lingkungan hidup di Bali dan di Indonesia di: www.walhibali.org
BERDAMPAK PEMBOHONGAN PUBLIK ?
Nah, siapa sesungguhnya yang melakukan kebohongan public? Jelas-jelas kami melakukan protes berdasarkan data dan fakta, tidak ada satupun yang berdasarkan rekaan.
Mari kita cemati, siapakah yang terkesan menutup-nutupi bahwa dikawasan itu direncanakan dibangun 75 unit penginapan? Dalam konfrensi persnya sebagaimana dimuat oleh media massa baik cetak maupun elektronik, salah satunya: di http://bali.antaranews.com/berita/29280/investor-tahura-janji-jaga-hutan-bakau tanggal 22 oktober 2012. Direktur PT. TRB terkesan menyatakan tidak akan membangun penginapan atau villa sebagai berikut:
“Mana mungkin kami bangun vila karena wisatawan sudah pasti tidak dapat beristirahat dengan suara deru pesawat,” Secara bertahap, ujar dia, direncanakan akan dibangun 75 pasraman yang dapat dijadikan tempat untuk meditasi, dan penelitian bagi pengunjung dengan ukuran masing-masing 6 x 5 meter.”
Tentu pernyataan ini kontradiktif. Disatu sisi menyatakan tidak akan membangun villa dengan alasan kebisingan tetapi disisi lain menyatakan akan membangun pesraman untuk kepentingan meditasi yang notabene butuh ketenangan. Nah lho, pernyataan siapakah sesungguhnya yang merusak akal sehat publik?
4. PT. TRB mengklaim bahwa pemilik PT. TRB adalah orang BALI dan tidak mungkin merusak BALI.
Pernyataan ini juga sangat lucu dan cenderung mengandung SARA. Kenyataan selama ini yang namanya pelaku pengerusakan lingkungan hidup di Bali tidak pernah mengenal suku. Perusak lingkungan bisa dari suku apa saja, karena yang berlaku adalah hukum pasar. Jangankan hanya sebatas merusak, bahkan banyak pula orang bali yang tega “menjual” Bali demi kepentingannya sendiri. Disisi lain, banyak juga orang non Bali yang berjuang bersama-sama demi menjaga kelestarian lingkungan hidup di Bali, menjaga kesucian kawasan suci dan tempat suci di Bali. Jadi tidak ada jaminan kalau orang Bali yang jadi investor tidak akan merusak lingkungan hidup Bali.
Kami dari KEKAL Bali yakin masyarakat Bali akan cermat melihat fakta-fakta dan argumentasi yang kami nyatakan diatas. Sekali lagi kami nyatakan, kami bergerak berdasarkan hati nurani kami, bukan ada orang yang memesan bahkan untuk tujuan politis sekalipun.
Kami juga memohon dukungan masyarakat Bali untuk mendukung perjuangan kami dalam penyelamatan lingkungan hidup di Bali dalam bentuk ikut menandatangani petisi Online ini >> http://www.change.org/id/petisi/cabut-izin-pengusahaan-pariwisata-alam-pt-tirta-rahmat-bahari-di-hutan-mangrove-kawasan-taman-hutan-raya-ngurah-rai-denpasar
Terimakasih.
PT. TRB menjawab tentang tudingan masyarakat yang tidak mengetahui tentang keadaan hutan mangrove sekarang yang di dominasi dengan sampah dan kurangnya perhatian pemerintah terhadap pelestariannya. PT. TRB berniat untuk menjaga kebersihan dan melestarikannya sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa adanya penebangan pohon serta meperbaiki fasilitas pendukung yang sudah ada untuk kenyamanan berkunjung. selama ini kasus beredar hanya demi kepentingan politik yang berdampak terhadap pembohongan publik. pemilik PT. TRB orang Bali yang tidak mungkin untuk merusak Bali. tolong bantu broadcast agar masyarakat yang tidak mengetahui masalah ini dapat berfikir bijak tentang tujuan PT. TRB yang ingin melestarikan karena kalau dibbiarkan akan merusak hutan mangrove dan dijarah oleh oknum yang tidak bertanggungjawab yang sudah terjadi. PT. TRB menjaga semua itu dan masyarakat ikut mengawasi.