TOLAK BIP, AKSI SPANDUK TERPANJANG

Tanggal

Jumat, 6 Januari 2012,
Gerakan penolakan Bali internasional Park (BIP) kembali menggelar aksi-aksinya di awal tahun 2012 ini. Puluhan mahasiswa dan aktivis lingkungan yang tergabung dalam ALAM TOLAK BIP [Aliansi Masyarakat Tolak BIP] yang terdiri dari Walhi-Bali, Frontier-Bali, BEM-UNHI, LPM Kertha Aksara FH UNUD, komunitas akarumput, komunitas musisi dan komunitas punk menggelar aksi spanduk sepanjang 300 meter di lingkungan pusat pemerintahan Badung. Sambil membentangkan spanduk “ekstra panjang” dari kantor bupati hingga DPRD Badung, barisan aksi juga berorasi menyampaikan pandangan penolakan BIP.
Menyikapi Rekomendasi DPRD Badung terhadap pembangunan BIP, massa mengecam keras langkah tersebut. Humas Aksi, Wayan “Gendo” Suardana mengganggap bahwa rekomendasi tersebut bersifat prematur. “Terbitnya rekomendasi atas pembangunan BIP oleh DPRD Badung terkesan dilakukan tanpa pertimbangan yang bersifat komprehensif dan bersifat prematur. “Padahal dengan dinamika yang panjang, sudah tersedia deretan fakta-fakta dihadapan mereka yang cukup untuk membuat DPRD Badung tidak menerbitkan rekomendasi”. Menurut Gendo, DPRD Badung malah mengabaikan fakta-fakta kebobrokan BIP, padahal di balik rencana pembangunan BIP terdapat banyak permasalahan mulai dari permasalahan sengketa Agraria, permasalahan pajak terkait dengan pengalihan HGB dari PT. Citratama Selaras kepada PT. Jimbaran Hijau.
Pembangunan BIP yang memanfaatkan momentum KTT APEC XXI juga mnendapat kecaman dari massa aksi. Apalagi seperti dirilis di berbagai media bahwa menteri Luar Negari, Marty Natalegawa menyatakan akan melaksanakan KTT APEC XXI di Nusa Dua dan tidak jadi menggunakan BIP. “Kalau BIP tidak jadi digunakan untuk KTT APEC, kenapa harus tetap dibangun?” Tanya Haris dalam orasinya. Haris yang juga selaku sekjend Frontier-Bali menyatakan bahwa seandainya BIP ini diberi ijin, maka tidak menutup kemungkinan akan ditiru investor lain dengan menggunakan even-even internasional lainnya untuk memuluskan proyeknya. “Akan ada berbagai macam proyek membonceng even internasional sehingga membuat pembangunan akomodasi pariwisata semakin tidak terkendali” tukas Haris.
Dharmoko, Deputy Internal Walhi Bali menuding bahwa rencana pembangunan BIP hanya dibangun atas dasar kebutuhan sesaat tanpa menguhitung kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan. “Masih banyak tempat di Bali kalau hanya hendak menggelar konfrensi yang berkapasitas 10 ribu orang tanpa harus menambah beban pembangunan di pulau bali” tegas dharmoko.
Persoalan sengketa agraria di lahan yang akan dibangun sarana KTT APEC XXI ini juga menuai protes dari massa aksi. Pembangunan BIP direncanakan diatas banyaknya permasalahan di areal yang akan dibangun. Mulai dari HGB atas tanah seluas 280 ha yang dikuasai oleh PT. Citratama Selaras yang diduga sebagai tanah terlantar bila merujuk PP 11 th 2010 tentang penertiban tanah terlantar. “Terlebih berdasarkan investigasi yang kami lalukan ada dugaan kuat bahwa proses pembebasan tanah dilakukan dengan cara-cara tidak fair. Termasuk fakta-fakta bahwa ada ratusan KK Petani yang tergabung dalam Serikat Petani Dompa Jimbaran yang terancam kehilangan tanahnya dan rumahnya bila BIP dibangun.” Papar Gendo yang juga ketua dewan daerah WALHI Bali ini.

Dilain pihak, Gendo Suardana memaparkan kejanggalan proses pengalihan HGB dari PT. Citratama Selaras ke PT. Jimbaran Hijau terutama terkait dengan besaran BPHTB (Bea Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan) yang dibayarkan oleh PT, Jimbaran Hijau kepada negara. “Coba bayangkan, tanah yang begitu strategis secara ekonomi hanya dihitung NJOP (Nilai Jual Objek Pajak)-nya 6,4 juta sampai dengan 10,3 juta per are” papar Gendo. Akibat perhitungan NJOP yang dianggap terlalu rendah itu, PT. Jimbaran Hijau hanya membayar BPHTB sebesar 7,2 Milyar. “Hal ini mengindikasikan adanya kerugian negara dan harus diusut tuntas” Tuntut Gendo yang pernah memimpin PBHI-Bali tahun 2006 ini.
Atas dasar itulah massa aksi yang tergabung dalam ALAM TOLAK BIP mengecam keras rekomendasi terhadap BIP yang dikeluarkan DPRD Badung. Massa juga menuntut Bupati Badung untuk menolak ijin BIP yang dianggap bermasalah dari segi agraria, lingkungan dan pajak. “Jangan sampai Bupati Badung mengulangi kesalahan yang dilakukan DPRD yang tidak cermat dalam memberikan rekomendasi BIP” Tegas Gendo.
Mengakhiri aksinya, massa kemudian membacakan pernyataan sikap penolakan terhadap BIP. Aksi spanduk “ekstra panjang” tersebut makin ramai dengan kehadiran Jerinx ”SID” beserta komunitas musisi yang men-support aksi penolakan BIP ini.

Lainnya:
Berita & artikel