Indonesia Akan Mengalami Kegagalan Technology Untuk Kedua Kalinya??

Tanggal

Oleh:
Ketut S Astawa

Energi, kebutuhan dan kenyataan
Kebutuhan akan Energi saat ini menjadi perhatian serius masyarakat dan Pemerintah Indonesia sebab dengan biaya produksi yg tinggi menyebabkan mahalnya harga energy (listrik, gas dll) yang dibebankan kepada pemakai (pelanggan). Masalah ini sebenarnya terjadi diseluruh dunia, khususnya di negara2 Eropa dan Amerika yang memakai energi lebih banyak dari belahan dunia yg lain. Namun disamping itu ada beberapa masalah yg lebih serius yg dihadapai masyarat dunia dewasa ini, yakni masalah global warming (pemanasan iklim gobal ) yakni iklim dunia yg sangat ekstrem dan level Emisi Carbon yg sudah sangat tinggi dari penggunaan Fosil energy selama ini.

Para ahli bersama organisasi-organisasi dunia beserta badan-badan PBB telah berusaha menghambatnya dgn berbagai kebijakan-kebijakan lingkungan, yg salah satunya (sangat penting di bidang Energi) adalah ‘Kiyoto Protocol’. Kebijakan ini memberikan ketegasan yang luarbiasa kepada Negara-negara dunia utk mengurangi secara keras produksi serta penggunaan Fosil energi di dunia, dan menggantikannya dengan energi yang betul betul ramah lingkungan dan keberadaannya sangat melimpah di dunia.

Potensi Solar Cell sebagai energi terbaharukan
Eropa telah mencanangkan pengunaan renewable energi sekitar 25% dari seluruh kebutuhan energinya pada tahun 2025, begitu pula Amerika dan Canada yg tengah gencar mengkampanyekan penggunaan renewable Energi untuk masyarakatnya. Kebijakan ini telah menjadikan produksi berskala besar akan power plan2 berbasis renewable energi. Perusahaan2 otomotif sedang berlomba lomba mencipkan mesin berbasis power gen. Inggris misalnya terus berlomba membangun wind farm di pesisir barat pantai Wales sampai Scotland, disamping tengah membangun tower lepas pantai utk energy gelombang laut. Sedangkan German dgn Amerika menjalankan program 1juta roof (install solar cell). Mei lalu misalnya Goesol dan SWE-Scotts (salah satu solar cell manufactur terbesar di German) bersama Germany government telah menginstall 20MW solar cell power plan di Leipzig German, dan akan dikembangkan sampai 50MW. Jepang sebagai negara terdepan didunia dalam hal memproduksi dan memakai solar cell bahkan telah mengambil pajak keuntungan mulai 2003 lalu dari setiap penggunaan solar cell masyarakatnya, setelah bertahun-tahun semenjak tahun 80-an mensubsidi bear-besaran untuk penggunaan solar cell, baik untuk research maupun menyebaran informasi pada masyarakatnya.

Di kawasan asia (selain jepang yg telah memiliki puluhan solar cell manufacture besar) pertumbuhan solar cell manufacture seperti jamur dimusim hujan, di China tidak kurang puluhan solar cell manufacture yg tengah pemproduksi rata-rata 20-50 MW solar panel pertahunnya, India memiliki tidak kurang 8 solar cell manufature yang telah berproduksi mulai pertengahan tahun 90-an. Di Asia Tenggara Indonesia termasuk yg paling terbelakang, sebab tercatat Thailand telah mengembangkan Solar cell dan memiliki 3 manufature dgn capasitas produksi 15-20 MW pertahun, Philipina mendapat kesempatan mengembangkan Solar cell, dimana UNI Solar USA, telah memindahkan salah satu cabang manufacture dari Amerika dan mulai pertengahan tahun ini telah diharapkan mampu memproduksi 25-30 MW solar cell pertahun. Malaysia tidak mau ketinggalan satu manufacture solar cellnya telah memproduksi 15MW per tahun dan satu manufacture lainnya tengah dikerjakan untuk produksi sekitar 30MW pertahun. Indonesia sangat jauh dalam hal ini, dengan kebijakan pemanfaatan renewable yg hanya 4% dari total kebutuhan energynya oleh kementrian Energy dan Sumber daya mineral, tampak jelas kita seakan kurang peduli akan hal ini.

Potensi dan posisi Indonesia
Dimana posisi kita?, hal ini telah dikawatirkan Prof. Welson Wenas, staff pengajar physic department ITB, bahwa Indonesia akan kembali kehilangan kesempatan untuk mengembangkan technology, setelah di tahun 80-an dimana putra2 bangsa telah mampu menguasai mobile technology (cellular mobile phone technology), namun karena kebijakan pemerintah yg kurang berpihak di bidang ini maka kita akhirnya hanya menjadi target market mobile phone, sehingga sampai sekarang kita hanya bisa konsumtif di bidang ini. Kini, Technology Solar cell kembali akan perpeluang menjadi kegagalan bangsa Indonesia setelah seluruh negara2 tetangga kita mengembangkannya. Akan sangat menyedihkan bila ahli2 dan putra2 bangsa terbaik yg telah mendapat menghargaan international seperti prof. Welson Wenas mendapat paten atas penemuan performance Amorphous-Sillicon (kerjasama dgn Kaneka Jepang, dimana sebagai salah satu manufacture solar cell terbesar di dunia), serta banyak ahli2 serta putra2 bangsa yang handal di bidang ini yg sampai saat ini justru dimanfaatkan kemampuannya oleh negara2 tetangga kita.

Sebetulnya Kita bisa memulainya dengan penyebaran luasan informassi yg benar akan potensi ini. Seperti yg telah dilakukan di Jepang di awal tahun 80-an. Dinama masyarakatnya akhirnya sadar dan mengerti bagaimana akan manfaat solar cell ini, sehingga kini masyarakat Jepang menggunakan solar cell untuk perumahannya sebagai suatu hal yg wajib. Gedung-gedung pemerintahan, sekolah2 serta pusat2 pelayanan masyarakat menggunakan solar cell sebagai sumber pembangkit listrik yg handal, sangat umum kita saksikan gedung2 dengan technology BIPV (building intergrated photovoltaic) yang menginstall solar panel sebagai pengganti kaca untuk, dinding, jendela2 serta kaca2 pintunya.

Tuhan Maha adil, bila di Kutub Utara dan selatan di ciptakan hembusan angin diatas 3.5m/dt yang memungkinkan negara2 di belahan ini mengoptimalkannya sebagai pembangkit listrik, maka untuk daerah2 dikawasan dekat dengan equator (sedikit hembusan anginnya /dibawah 3 m/dt) Irradiance matahari lah yang melimpah. Indonesia berada di kawasan ini dimana Irradiance sebesar rata-rata 200-250 W/m2 selama setahun, atau sebesar rata2 800-1100 W/m2 dalam masa penyinaran, dgn Jam penyinaran yg tinggi hampir 14 Jam dalam sehari, menjadikan potensi ini sangat luarbisa.

Potensi Solar Cell di Bali
Sebagai daerah tujuan pariwisata Bali sangat berpotensi mengembangkan technologi ini. Seperti yg telah di kembangkan oleh Sidney, di tahun 2000 bertepanan saat Negara ini menjadi tuan rumah olimpiade, dimana Sidney mengclaim sebagai kota yang bersih lingkungan dan Clean Energy pula. Tampak jelas disetiap sudut kotanya menggunakan solar cell untuk pembangkit listrik. Dari traffic light, penerangan jalan, logo2 , penunjuk jalan sampai solar panel yang di install secara luas di dinding juga jendela gedung-gedung pusat layanan dan pemerintahan, juga hampir di setiap pertokoannya. Sehingga Image Clean city, dengan Clean Energy semakin kuat untuk Sydney dan ini sangat menguntungan Sidney sebagai kota tujuan wisata di tengah issue dan campanye zero Carbon emission di negara2 barat sangat kencang saat ini. Kondisi ini bisa kita tiru untuk menguatkan isu Bali yang berbudaya serta bersih dan bebas carbon emission dengan clean energynya. Sehingga Best Island in the world ( versi travel leisure magazine ) yg tahun ini kembali didapat semakin kuat imagenya di dunia.

Disisi lain sebetulnya kita bisa bekerja bersama dgn PLN, dimana selama ini kita senantiasa menudingnya dan menyalahkannya bila terjadi pemadaman atau kegagalan energy listrik. Padahal bila kita lihat secara fair, PLN selama ini bekerja sendirian utk pembangkitan, distribusi juga maintenance energy listrik di Tanah Air. Alangkah bijaksananya bila kita bersama bisa mengurangi beban PLN dgn membangkitkan listrik sendiri dgn stand alone (solar cell utk perumahan), juga bila kita mampu menginsatll untuk gedung2 pemerintahan, public service menggunakan solar cell, yang katakanlah mengurangi sampai separuh kebutuhan listriknya. Maka PLN akan memberikan lebih banyak powernya kepada pabrik2 produksi yang menjadi salah satu kendala di dunia investasi selama ini. Juga adalah sangat mahal biaya yg harus ditanggung PLN bila harus menyediakan listrik bagi suatu daerah kecil dengan demand yg kecil dan relative jauh dalam supply /distribusi listriknya, dan juga maintenancenya.

Maka Solar Cell sekali lagi menjadi pilihan yg sangat bijaksana dalam hal ini. Kita bisa mengikuti Jepang dgn mengkampanyekan potensi ini, dari masyarakat, pemerintah daerah, sampai masyarakat ilmiah (kampus). Dan saatnya para penggembang memberikan pilihan akan perumahan dgn instalasi solar cell. Baik untuk sebagian suplai energynya (atau bahkan seluruhnya), atau bahkan sampai kebutuhan akan penerangan kawasan lingkungan dan areal public servicenya.

Potensi ini akan terus berkembang dan akhirnya akan memberikan banyak manfaat, disamping Lingkungan, energy untuk masyarakat, juga akan membuka lapangan kerja bagi pengadaan solar cell, instalasi, maintenance, dan yang pasti para ahli dan kampus akan dituntut terus untuk mengembangkan technolgi ini agar semakin efesien, murah, mudah dalam installasi dan maintence serta tentunya lasting for so long (umur pakai yg lama).

Ketut S astawa
(Staff FT UNUD yg sedang menempuh study Doctoral)
CREST (Center Renewable Energy System and Technology)
Loughborough University
UK

Lainnya:
Berita & artikel